TANGERANG - PT Mandiri Bangun Makmur (MBM), Aulia Fahmi buka suara soal pernyataan ahli waris Suminta Chandra yang mengaku memiliki tanah seluas 7, 8 hektare di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Selanjutnya, Suminta mengklaim bahwa tanah itu diduga diambil preman pada tahun 2015.
Sementara, penyewa lahan empang diatas tanah milik Sumita Chandra mengaku diusir paksa dan lahan tersebut selanjutnya dikuasai PT MBM yang mengklaim memiliki Izin Pengelolaan Lahan (IPL), dari Pemerintahan Kabupaten Tangerang.
Menanggapi tudingan tersebut, PT MBM melalui kuasa hukumnya Aulia Fahmi menegaskan tidak ada penguasaan fisik oleh preman terkait dengan tanah tersebut. Aulia juga mengatakan PT MBM bukanlah mafia tanah. Bahkan sebaliknya, Aulia menduga pihak Sumita lah yang menjadi mafia tanah.
“Tidak betul ada penguasaan fisik oleh preman, dia yang mafia tanah sebab palsukan dokumen. Itukan cirinya, jadi hati-hati ada mafia teriak mafia, maling teriak maling, ” ujar Aulia dalam keterangannya, Kamis, (11/5/2023).
Dalam hal ini, Aulia menjelaskan, PT MBM selaku perusahaan pengembang properti telah memiliki izin lokasi dari Bupati Tangerang.
Bahkan pada tahun 2015 lalu, PT MBM juga diberikan kuasa oleh ahli waris The Pit Nio sebagaimana Akta Surat Kuasa No. 11 tanggal 09 Maret 2015 atas obyek tanah SHM No. 5/Lemo atas nama THE PIT NIO, seluas 87.100 meter persegi yang diterbitkan Kantor Pendaftaran Tanah Tangerang.
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|
Aulia menambahkan, awal masalah dengan Charlie Chandra (selaku ahli waris Suminta Chandra) terjadi saat ahli waris The Pit Nio merasa SHM No. 5/Lemo beralih nama ke Suminta Chandra tanpa adanya jual beli. PT MBM selaku kuasa waris lantas memberi somasi agar SHM No. 5/Lemo itu diserahkan.
“Mensomasi Charlie dkk karena tidak memiliki hak atas SHM tersebut, karena AJB nomor 38 tanggal 9 Februari 1988 yang menjadi dasar pengalihan nama ke Suminta Chandra tidak sah karena ada unsur pemalsuan sejak peralihan pertama dari Chairil Widjaja atas AJB No. 202/12/1/1982 tanggal 12 Maret 1982 antara The Pit Nio dengan Niochairil Widjaja, ” imbuhnya.
“Pihak Charlie Chandra juga tetap tidak beritikad baik memberikan SHM tersebut, ” ucapnya.
Pemalsuan tersebut tertuang dalam putusan pengadilan Nomor : 596/PID/S/1993/PN/TNG yang menyatakan terdakwa Paul Chandra telah membuat cap jari atau cap jempol di atas akta jual beli tanah No. 202/12/1/1982 tertanggal 12 Maret 1982 di atas nama saksi The Pit Nio untuk realisasi jual beli tanah sertifikat nomor 5 atas nama The Pit Nio.
Dengan begitu, Aulia menilai akta jual beli nomor 38 tanggal 9 Februari 1988 dimana Suminta Chandra selaku pembeli menjadi tidak sah karena Chairil Widjaja tidak memiliki kapasitas melakukan jual beli atau alih tanah milik The Pit Nio. (Hd)